BEGINI, Natuna: Ketua Komisi II DPR RI M Rifqinizamy Karsayuda menyatakan, percepatan pemekaran Provinsi Khusus Natuna Anambas dari provinsi induk (Kepri) sangat penting. Terutama untuk pertahanan nasional dan kesejahteraan warga di wilayah perbatasan antarnegara. Bagi Ketua Komisi II DPR RI, ada tiga alasan pemekaran Provinsi Khusus Natuna Anambas tersebut.
Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyampaikan, wilayah Natuna dan Anambas memiliki urgensi strategis, sebagai kawasan perbatasan langsung dengan delapan negara ASEAN. Menurut Rifqi, ada tiga alasan utama mengapa provinsi khusus (Natuna Anambas) ini mendesak untuk dibentuk.
Pertama, posisi geografis Natuna dan Anambas yang berada di border terdepan Indonesia menuntut penguatan aspek pertahanan nasional.
“Jika tidak diberikan fasilitas yang kuat, kita akan kewalahan menghadapi tantangan dari negara-negara tetangga,” ujar Muhammad Rifqinizamy Karsayuda Ketua Komisi II DPR RI dalam Forum Group Discussion (FGD) BP3K2NA yang digelar di Gedung Sri Serindit, Ranai, Natuna, Rabu (23/4/2025).
Kedua, wilayah ini menyimpan potensi besar sumber daya alam dan ekonomi. Namun, kesejahteraan masyarakat di perbatasan masih tertinggal. Disparitas kesejahteraan dengan negara lain bisa memicu kejahatan lintas batas, seperti ilegal fishing dan ilegal mining.
“Ini berbahaya, jika warga mudah terbujuk oleh pihak asing karena kondisi ekonomi lokal yang lemah,” ucap Ketua Komisi II DPR RI tersebut.
Ketiga, M Rifqi mengatakan, perlunya akselerasi pembangunan di dua kabupaten (Natuna Anambas) tersebut. Aspirasi masyarakat Natuna dan Anambas ini diharapkan bisa menjadi perhatian pemerintah pusat. Terutama dalam pembahasan desain besar otonomi daerah.
“Moratorium pemekaran memang masih berlaku. Tapi untuk wilayah strategis seperti ini, harus ada pengecualian. Ini pesan penting kepada Jakarta (pusat), agar serius mempertimbangkan daerah perbatasan,” tegasnya.
Namun demikian, Rifqi juga mengingatkan bahwa tidak semua daerah hasil pemekaran berhasil. Banyak daerah baru justru menjadi beban fiskal pemerintah, karena tingkat kemandirian anggaran yang rendah.