BEGINI.ID - Berdasarkan penelitian Perkumpulan Lintas Jakarta Feminist, kekerasan berbasis gender (KBG) meningkat selama pandemi COVID-19.
Sebanyak 166 dari 315 responden di Indonesia mengakui pernah mengalami KBG selama pandemi berlangsung. Hal tersebut juga diperkuat dengan data dari Komnas Perempuan yang menyebutkan bahwa kekerasan berbasis gender meningkat sampai sebanyak 63 persen selama pandemi COVID-19
Kekerasan verbal adalah jenis kekerasan yang paling sering dialami korban selama pandemi COVID-19. Salah satu hal yang paling mengkhawatirkan, diketahui tempat tinggal adalah lokasi yang paling rentan terjadinya KBG. Lebih lanjut, pelaku KBG umumnya adalah orang dekat korban.
Sayangnya, masih sedikit korban KBG yang melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada lembaga layanan. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap adanya layanan pendamping korban di Indonesia.
Melihat fenomena yang meresahkan tersebut, Jakarta Feminist akhirnya meluncurkan sebuah platform bernama Cari Layanan untuk membantu korban kekerasan berbasis gender.
Apa Itu Cari Layanan?
Cari Layanan, Platform untuk Bantu Korban Kekerasan Berbasis Gender/ Foto: carilayanan.com |
Cari Layanan adalah sebuah platform direktori lembaga layanan yang menyediakan informasi mengenai bantuan, dukungan, dan layanan lain bagi korban dan penyintas kekerasan berbasis gender di berbagai wilayah di Indonesia.
Platform ini hadir untuk memudahkan korban kekerasan serta keluarga, teman, dan pendamping untuk mengakses informasi terkait kebutuhan korban.
"Banyak banget teman-teman yang suka kebingungan, khususnya ketika kita mencari lembaga bantuan dalam bentuk apapun, baik konseling maupun lembaga hukum," ungkap Anindya Restuviani selaku Program Director dari Jakarta Feminist saat acara launching Cari Layanan, Jumat (26/11).
Selama ini, mungkin informasi yang banyak beredar terkait lembaga bantuan untuk menangani kasus KGB masih terpusat di Jakarta saja. Namun melalui Cari Layanan, kini masyarakat juga dapat mengakses informasi lembaga bantuan yang ada di daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Selain hadir dalam situs web, Cari Layanan juga memiliki chatbot Facebook yang menjawab pesan dari korban-penyintas secara otomatis. Selain itu, sedang dibangun pula bot untuk menjawab pesan atau mention di Twitter.
"Jadi setiap ada orang yang ngetweet keywords yang sudah ditentukan, misalnya seperti kekerasan, tolong, itu akan secara otomatis membalas tweet tersebut," papar Vivi, panggilan akrabnya.
Bentuk Layanan yang Tersedia
Ilustrasi kekerasan/Foto: Pexels.com/Anete Lusiana |
Kini ada 90 lembaga yang terdaftar di carilayanan.com, termasuk layanan konsultasi, lembaga bantuan hukum, layanan konseling psikis, layanan kesehatan, rumah aman, dan lembaga layanan khusus anak.
Lembaga-lembaga di website Cari Layanan merupakan lembaga non-pemerintah maupun lembaga pemerintah. Sebagian besar di antaranya juga menyediakan layanan gratis atau tanpa biaya.
Bentuk layanan yang disediakan oleh Cari Layanan pun cukup beragam. Di antaranya adalah:
- Layanan konsultasi bagi korban kekerasan serta teman dan keluarganya
- Bantuan hukum bagi korban kekerasan, termasuk bantuan yang tanpa biaya
- Pendampingan psikologis selama proses pemeriksaan medis dan penegakan hukum
- Rumah aman bagi korban, yakni tempat perlindungan sementara bagi korban kekerasan saat keadaan genting
- Layanan medis bagi korban kekerasan, seperti layanan KB, pemeriksaan kehamilan, dan pengobatan IMS.
- Layanan khusus anak dan keluarga
- Layanan khusus penyandang disabilitas
Respon Dari Fenomena Spill The Tea yang Marak di Media Sosial
Ilustrasi penggunaan media sosial/Foto: Pexels.com/RODNAEProduction |
Target utama dari Cari Layanan adalah anak muda yang terhubung dengan internet. Karena meskipun mereka memiliki akses ke internet, masih banyak yang belum tahu harus melapor ke mana.
Hal tersebut memicu fenomena 'spill the tea'; ada banyak sekali kasus-kasus kekerasan berbasis gender yang menjadi viral di media sosial. Korban atau penyintas kerap mengambil 'jalan pintas', sebab alasan ketidaktahuan tersebut.
"Kita punya ide, bagaimana daripada masyarakat yang mencari atau spill the tea di media sosial, kita yang ngejemput bolanya," ungkap Vivi.
Ia juga menambahkan, "Melihat ada fenomena spill the tea dan semacamnya di media sosial, ayolah kita bikin bersama-sama, caranya gimana kita bisa jemput bola ini daripada di media sosial nggak ada yang ngerespon, yang ada mungkin malah orang-orang yang menyalahkan mereka. Aku rasa ini merupakan inisiatif yang bisa kita lakukan bareng-bareng."
Meski fokus secara online, namun Cari Layanan juga bekerja sama dengan 5 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK yang ada di seluruh Indonesia, yakni Medan, Jakarta, Semarang, Kupang, dan Makassar.