Biar Nggak Berujung Ribut, 10 Logical Fallacy atau Cacat Berpikir yang Wajib Kamu Hindari Saat Diskusi

 Biar Nggak Berujung Ribut, 10 Logical Fallacy atau Cacat Berpikir yang Wajib Kamu Hindari Saat Diskusi

BEGINI.ID - Penyampaian pendapat secara terbuka dalam sebuah diskusi memanglah suatu hal yang wajar. Namun, pernah nggak sih kamu mendapati diskusi yang berjalan alot sebab satu orang yang bikin kesal karena kesalahan dia dalam berlogika? Nah, fenomena ini sering disebut juga logical fallacy atau kesalahan dalam berlogika.


Dilansir dari The Best School, kesalahan berlogika adalah penyampaian retorika atau argumen yang cacat, menipu atau salah yang dapat dibuktikan dengan suatu penalaran.  Hal ini merupakan kekeliruan paling umum terjadi ketika adanya diskusi atau forum debat yang mengharuskan kita mempertahankan argumen.

Nah, tidak hanya sampai di situ. Untuk kesalahan berlogika ini ternyata ada jenisnya juga, Beauties. Dikutip dari laman yang sama setidaknya Beautynesia bisa menjabarkan 10 dari 15 jenis kesalahan berlogika yang umumnya sering kita temui.

Ad Hominem atau Mencela

Kekeliruan berlogika yang satu ini terjadi ketika pembicara mulai menyalahkan argumen lawan dengan menyerang pribadi penyampainya dan menganggap bahwa argumen yang lawan sampaikan tidak valid karena lawan dianggap sebagai sosok yang tidak kredibel.

Contohnya “Pak, sepertinya kita harus menghemat pendanaan karena berdasarkan berita terbaru pemerintah menaikkan harga material”, kemudian lawan bicaramu menjawab “Sudah! Kamu anak kecil tahu apa?.”

Logical fallacy
Diskusi/pexels.com/RF._.Studio

Slippery Slope alias “Ya Nggak Gitu Juga”

Slippery slope terjadi ketika seseorang beranggapan jika kesalahan kecil dapat berdampak pada suatu hal yang besar. Meskipun tanpa adanya pembuktian yang valid di baliknya. Contohnya “Hari ini warga miskin di desa A meminta hak mereka, besok mereka akan meminta lebih dari hak mereka, lusa mereka bisa jadi menindas kita. Oleh karena itu, jangan berikan hak itu pada desa A."

Red Herring alias “Bahasnya Begini, Jawabnya Begitu”

Kalau istilah yang satu ini diambil dari salah satu nama ikan, yakni ikan herring. Di mana saat diolah dengan cara diasap dia akan berubah warna menjadi kemerahan dan mengeluarkan bau menyengat hingga  mampu menarik perhatian siapa saja yang menghirupnya.

Nah, hal ini sama seperti red herring, Beauties. Seseorang akan mulai berargumen dengan mengaitkan topik yang tidak relevan dengan apa yang sedang diperdebatkan. Hal ini bertujuan agar pembicara mampu mengalihkan topik pembicaraan.

Contoh “Pak, ekonomi perusahaan kita sedang memburuk. Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah ini?”, kemudian dijawab “oh ya? Tapi perusahaan kita pernah dapat penghargaan sebagai perusahaan paling disiplin.”

False Dichotomy atau “Hitam-Putih”

Kesalahan berlogika selanjutnya adalah ketika kamu menganggap hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi dan mengabaikan segala kemungkinan yang mungkin saja dapat terjadi. Misalnya “dia tidak belajar semalam, sudah pasti dia keluyuran malam itu.”

Logical fallacy
Kesalahan dalam berdiskusi/pexels.com/Andrea Piacquadio

Logical Fallancy Jenis Anecdotal atau “Saya Sih Beda”

Beauties, kesalahan berlogika jenis ini akan lebih menggunakan pengalaman pribadi untuk menyanggah suatu argumen, dari pada menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Contohnya seperti ini "tidak usah ikut vaksin, selama ini saya tidak vaksin dan tidak terkena COVID-19.”

Strawman  alias “Suka Mengada-ngada Nih”

Pelaku strawman akan mengutip argumen kita dan memutar balikan perkataan kita dengan sedemikian rupa, kemudian menjabarkannya agar ia terkesan menang. Misal, “setiap hukuman harus ditegakkan secara tegas dengan bukti dan saksi yang lengkap untuk menghindari kecacatan hukum", kemudian lawan bicaramu berkata, “oh, jadi kamu membela pelaku? Saya tidak habis pikir dengan keputusanmu yang menolak pelaku dihukum.”

Logical fallancy
Kesalahan dalam berlogika/pexels.com/Daria Shevtsova

Appeal to Authority alias “Ikut Saja”

Kesalahan berlogika ini terjadi ketika kamu menganggap sesuatu benar hanya karena seseorang yang dianggap berpengaruh mengatakan tentang argumennya. Fenomena ini menjadi salah karena kamu menarik kesimpulan pada otoritas seseorang bukan pada validitas klaim.

Misalnya “Bumi itu datar. Seorang tokoh agama menafsirkan demikian, jadi itu benar adanya”.

Personal Incredulity atau “Nggak Ngerti, Pasti Hoax

Hal ini dianggap sebagai logical fallancy saat kamu menganggap sesuatu tak mungkin terjadi karena sulit dipahami. Nah, peristiwa ini biasanya terjadi pada argumen ilmiah yang masih terdengar asing bagi kamu, sehingga kamu akan menolaknya atas dasar ketidakmungkinan tadi.

Contoh: “Nggak mungkin Bumi itu bulat, kalau benar harusnya kita sudah terlempar dong?”.

False Cause atau “Cocok-cocokin Aja

False Cause terjadi apabila seseorang mengaitkan sebab dengan suatu akibat yang bisa jadi tidak ada kaitannya sama sekali. Perlu diketahui, ada korelasi belum tentu adanya hubungan sebab-akibat  di dalamnya. Karena, ada kalanya dua hal yang terjadi beriringan karena adanya suatu kebetulan.

Misalnya “negara kita sedang dilanda begitu banyak bencana alam, ini karena kita seringkali lupa untuk berdoa dan beribadah”.

Logical fallacy
Diskusi/pexels.com/Tima Miroshinchenko

The Fallacy Fallacy alias “Argumenmu Cacat”

Last but not least, kesalahan berlogika yang satu ini terjadi ketika kamu menganggap suatu hal salah karena penarikan kesimpulan yang salah. Hanya karena seseorang menarik kesimpulan dengan cara yang salah, bukan berarti argumen yang ia sampaikan tidak benar.

Misalnya begini, “kata NASA bentuk bumi itu bulat.” dan dijawab “wah! appeal to authority. Udah nggak usah dilanjut.”

Beauties. melakukan diskusi dengan cermat sudah sewajarnya dilakukan. Namun, jangan sampai kamu menyampaikan argumen dengan kesalahan berlogika atau logical fallacy. Karena, tidak hanya akan merugikanmu, hal ini juga bisa jadi akan menyudutkan lawan bicaramu. Sehingga diskusi yang kamu lakukan tidak berjalan dengan lancar dan tidak menemui titik temu.

Lebih baru Lebih lama